Sudah
lama banget gak posting di blog. Mungkin
postingan terakhir pas hamil 7 bulan. Jangankan posting, buat nulis tesis aja
yang dikejar deadline malesnya minta ampun. Yah, itung itung buat pemanasan
karena lama gak nulis, up date blog dulu. Maaf ya reader kalau bahasanya kacau,
maklum lama kagak nulis. Padahal dulu, aku orangnya hobbi banget yang namanya
nulis dan mengarang indah. Eh, udah dulu ya basa basinya, yuk mulai baca cerita
kelahiran putra pertamaku.
Selasa,
5 April 2016
Hari
ini aku dapet undangan senam hamil dari bu bidan dan seperti biasa aku
menghadiri undangan tersebut. Di desaku memang sedang mengadakan kelas ibu
hamil, selain senam hamil juga ada materi mengenai kehamilan, evaluasi, dan
sesi tanya jawab. Ada makan gratisnya juga lho, hehe.. Jarak antara rumah dan
lokasi senam hamil sekitar 1 km, cukup jauh sih buat ibu hamil. Karena baby gak
kunjung lahir, aku memutuskan pergi ke sana dengan jalan kaki. Katanya sih
jalan kaki adalah salah satu cara induksi alami untuk mempercepat persalinan
minimal supaya kepala baby mau turun ke panggul. Sebenarnya HPL ku masih
tanggal 13 April, tapi berat baby terakhir udah 2,9 kg. Target maksimal hanya 3
kg mengingat postur tubuhku kecil dan belum dilakukan pemeriksaan panggul. Recananya
tanggal 9 April baru akan dilakukan pemeriksaan panggul untuk mengetahui ukuran
panggul.
Ternyata
pulang pergi sejauh 1 km (karena PP brarti jadi 2 km)bukan hal yang mudah.
Dijalan kakiku sempat kram, sakit rasanya tapi ku tahan. Istirahat sebentar
lanjut jalan lagi. Sampai di rumah kakiku sakit lagi dan gak bisa digerakkan.
Aku menduga hanya kecapean, lantas aku
kembali beristirahat dan kakiku normal kembali. Di rumah pun aku banyak
melakukan olahraga untuk induksi alami, seperti yoga dan jongkok berdiri.
Bahkan pada malam hari aku sempatkan untuk mengepel lantai. Semua itu aku
lakukan agar aku bisa lahiran normal. Prinsipku kalau kita menginginkan
sesuatu, kita harus berusaha semaksimal mungkin dan hasilnya kita pasrahkan
kepada Yang di Atas. Hari-hari selanjutnya masih sama, aku memperbanyak
olahraga untuk induksi alami, masih diet gula dan karbohidrat serta
memperbanyak istirahat. Sayang induksi alami sama suami gak bisa dilakukan,
hehehe... Maklum, kita masih LDM dan suami baru pulang ketika proses persalinan
berlangsung. Aku sendiri juga tidak ingin menghabiskan jatah cuti suami sebelum
melahirkan.
8 April 2016
Pukul
01.00 dini hari, seperti biasa terasa ingin kencing dan aku pun pergi ke kamar
mandi. Tidak ada hal yang aneh saat itu. Hanya terasa ada sesuatu yang merembes
meskipun kencing sudah selesai. Ku kira hanya cairan keputihan biasa dan aku
memutuskan untuk kembali tidur. Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku lalu
kembali ke kamar mandi untuk memastikn cairan yang keluar. Ternyata bukan
keputihan biasa, melainkan ada bercak darahnya. Dari referensi yang aku baca,
cairan tersebut adalah air ketuban yang berarti ketubanku sudah pecah. Meski
sebenarnya pank, aku menghubungi ayahku yang tidur dilantai atas. Aku sengaja
meminimalisir gerakan agar cairan yang keluar tidak bertambah banyak kemudian kami langsung menuju rumah sakit
terdekat.
Sesampainya
di rumah sakit, aku langsung disuruh masuk ke ruang bersalin. Di sana langsung
dilakukan VT untuk mengetahui pembukaan, ternyata masih bukaan 1. Karena aku
mengalami ketuban pech dini atau KPD maka bayiku harus segera dilahirkan dalam
24 jam. Bidan mengatakan kalau aku akan segera diinduksi untuk merangsang
kontraksi tetapi aku menolak untuk diinduksi. Berdasarkan pengalaman temanku
yang mengalami KPD, dia bisa melahirkan normal tanpa induksi. Akhirnya bidan
yang memeriksaku setuju untuk menunda induksi dan menunggu kontraksi alami,
tetapi aku hanya diberi waktu maksimal 6 jam. Kalau tidak ada penambahan
pembukaan brarti hanya tersisa dua opsi, induksi atau langsung operasi. Saat
itu masih pukul 02.00, berarti batas waktunya sampai pukul 08.00.
Pukul
05.00 bidan kembali bertanya apakah sudah terjadi kontraksi. Aku jawab bahwa
belum terasa apa-apa. Bidan langsung menyarankan untuk segera dilakukan induksi
dengan berbagai pertimbangan. Awalnya aku menolak, tapi kemudian aku
menyetujuinya. Setelah melakukan berbagai persiapan, induksi dilakukan. Bidan
memasang infus induksi pukul 07.00. Berdasarkan informasi yang kubaca, infus
induksi berisi hormon oksitosin buatan yang dapat memicu terjadinya kontraksi
diikuti dengan dilatasi leher rahim. Akan tetapi, 50% kasus induksi berakhir di
meja operasi. Aku mencoba optimis dan berusaha mensuport diri. Di ruang
bersalin, sudah ada ibuku, ibu mertua dan ayah mertua yang siap menemaniku.
Suamiku masih di bandara Soekarno-Hatta menunggu jam terbang. Menurut jadwal,
pesawat sampai di Solo pukul 10.00. Kemungkinan sampai di rumah sakit pukul
10.30.
Sejak
dipasang infus sampai pukul 10.00 aku belum merasakan sakit yang luar biasa.
Ktraksi pun masih jarang dan tidak begitu kuat. Baru pukul 10.00 aku merasakan kontraksi
yang cukup kuat dan rasanya sakiit sekali. Bidan jaga lalu melakukan VT dan
ternyata sudah bukaan 3. Setelah itu kontraksi berlangsung sangat kuat dan tanpa
jeda. Aku merasa perutku mules luar biasa, bahkan sampai aku sulit membuka
mata. Ibuku terus membimbingku untuk mengucapkan istigfar sambil ku pegangi
tangannya dan tangan kananku aku merasa ada yang memegang. Ku tertebak yang
memegangiku adalah ibu mertua karena sempat kulihat dia berdiri di sampingku.
Entah
pukul berapa ibuku bilang kalau suamiku sudah datang. Karena mataku terus
terpejam, aku tidak mengetahui kedatangan suamiku. Dengan susah payah aku buka
mata dan yng kulihat hanya ibuku. Waktu itu posisiku miring kiri. Aku berusaha
menoleh ke kanan, di sana kulihat wajah suamiku yang sedang memegang tanganku.
Tambah semangat iya, tambah sakit juga iya. Mulutku terasa kelu, sulit untuk
bicara, bahkan aku tidak bisa menangis. Aku hanya bisa menikmati dan menahan
rasa sakit yang semakin lama semakin bertambah. Hampir aku merasa pesimis dan
meminta dilakukan operasi saja. Sepertinya aku tak sanggup merasakan sakit yang
seperti ini. Dengan sekuat tenaga aku berteriak kepada bidan untuk minta
suntikan bius, entah itu ILA atau epidural. Bidan hanya menjelaskan panjang
lebar tanpa memberikan suntikan itu. Aku hanya bisa pasrah sambil melafalka
istifar dalam hati.
Beberapa
saat kemudian bidan kembali melakukan VT, ternyata sudah bukaan 8. Padahal aku
hampir saja menyerah dan meminta caesar. Semangatku bangkit kembali, ku nikmati
rasa sakit yang lebih dasyat itu. Saking sakitnya, aku hampir tidak bisa
bernafas. Saatnya mempraktekan
pernafasaan yang sudah ku pelajari dari
internet dan dari kelas bu hamil. Ambil
nafas panjang lewat hidung, keluarkan lewat mulut. Sedikit berteriak, tapi aku
berhasil melakukannya. Setelah pembukaan 8, rasanya ingin sekali mengejan tapi
belum diperbolehkan sebelum pembukaan lengkap. Menahan mengejan adalah salah
satu hal tersulit dalam melahirkan.
Pukul
11.45, dokter Sp.Og langgananku datang, proses mengejan dimulai. Proses
mengejan yang pertama, caranya masih salah. Mengejan yang kedua tenaganya
kurang, kepala bayi belum keluar. Saat itu dokter bilang kalau yang ketiga
harus berhasil. Proses mengejan yang ketiga keluarlah kepala baby ku.
Alhamdulillah proses mengejan berakhir, proses selanjutnya hanya nafas panjang
termasuk mengeluarkan ari-ari. Saat itu, pukul 12.00 jagoanku lahir. Tangisnnya
begitu keras. Setelah dilap, baby diletakkan di dadaku untuk dilakukan IMD atau
inisiasi menyusu dini. Sementara dokter masih menjahit perineumku yang
tampaknya robek banyak. Sepertinya aku mendapat banyak jahitan atau mungkin
dapat dibilang obrasan. Tapi aku bersyukur usahaku selama ini tidak sia-sia dan
jagoanku lahir dengan selamat. Terima kasih Ya Allah . . .
Anggota keluarga baru |
Bayiku
lahir dengan berat 3,1 kg dan panjang 48 cm.
Jagoan kecil itu kami beri nama “Faiz Zubair Wissan”. Faiz berarti
beruntung, sukses. Banyak orang yang bilang kalau orang pandai kalah dengan
orang rajin dan orang rajin akan kalah dengan orang yang beruntung. Apa pandai
dan rajin itu tidak penting? Tentu saja semua aspek tersebut penting karena
keberuntungan tidak akan datang dengan tib-tiba, begitu juga dengan kesuksesan.
Seperti peribahasa “Sak bejo-bejone wong lali, isih luwih bejo wong kang tansah
eling lan waspodo”. Zubair berarti pemberani, pandai dan perkasa. Sebagai anak
laki-laki, kami berharap sifat tersebut ada pada anak kami. Bukan berarti anak
perempuan tidak butuh sifat tersebut lho.. Sedangkan tugas kami adalah
mendidiknya sebagai Faiz Zubair. Wissan adalah gabungan antara nama ayah dan
ibunya. Sekarang kan lagi ngetrend tuh nama ayah dibelakang nama anaknya
hehehe... Tapi kalo nama ayahnya doang, masa nama ibunya dilupakan? Mamanya
numpang eksis niy..
Faiz senyum |
Pesan
buat para ibu yang sedang menanti kelahiran buah hati, melahirkan memang
terlihat mengerikan. Jujur, aku sendiri juga merasa ngeri menjelang melahirkan.
Tetapi ingatlah, tubuh wanita diciptakan sempurna untuk melahirkan. Yang terpenting
adalah berusaha dan berdoa, selanjutnya Allah yang menentukan. Sekian dulu
pembaca, mungkin besok kalau udah gede, Faiz mau baca cerita kelahirannya.
Hiihii....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar